“mungkin ada baiknya kalau kita melihat bahwa arsitektur bukanlah tujuan akhir. arsitektur hanyalah jalan ziarah kita untuk memperbaiki kehidupan & kemanusiaan. kemudian pada akhirnya pergumulan tentang lokal atau global juga menjadi tidak terlalu penting jika kita hanya melihatnya sebagai style atau olah bentuk saja. mungkin harus mulai dipetakan persoalan kehidupan ini & kemudian kita bisa melihat peluang yang dapat diambil. memang tidak selalu ideal. hanya perlu mencoba untuk menggunakan peluang sekecil apapun untuk memenangkan kemanusiaan. mungkin ini tugas panggilan yang cukup berat. saya jadi teringat yang dikatakan Abel Cahen, bahwa kita sebagai arsitek merupakan orang-orang ‘kesepian’, kita berjalan & bergumul dalam ‘jalan sunyi’. dalam keheningan itulah kita kemudian mampu ‘melihat’ kehidupan.”

Cakap Eko Prawoto pada Thoat Fauzi

Dan sungguh, Kami benar-benar akan menguji kamu sehingga Kami mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar di antara kamu; dan akan Kami uji perihal kamu.

– QS Muhammad : 31

Ihsan

Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu berkata :
Suatu ketika, kami (para sahabat) duduk di dekat Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tiba-tiba muncul kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan kepada lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi, kemudian ia berkata : “Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah; menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu melakukannya,” lelaki itu berkata,”Engkau benar,” maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya.
Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”.
Nabi menjawab,”Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya; para RasulNya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.”
Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.”
Lelaki itu berkata lagi : “Beritahukan kepadaku kapan terjadi Kiamat?”
Nabi menjawab,”Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya.”
Dia pun bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!”
Nabi menjawab,”Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya; jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju (miskin papa) serta pengembala kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.”
Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga Nabi bertanya kepadaku : “Wahai, Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?”
Aku menjawab,”Allah dan RasulNya lebih mengetahui,” Beliau bersabda,”Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian.” [HR Muslim, no. 8]

Hadits tersebut menjadi dasar bahwa rukun dalam agama islam itu ada 3, rukun iman, islam, dan ihsan. Setiap ibadah yang kita lakukan hendaknya kembali pada ketiga rukun tersebut. Dari tiga rukun tersebut yang jarang dibahas adalah mengenai rukun ihsan. Kami jelaskan dalam contoh, Bagaimana contohnya? Misalnya ada seseorang shalat, maka memenuhi perintah shalat wajib adalah bukti dari rukun iman, kemudian tatacara shalatnya adalah rukun islam, kemudian apa yang dilakukan setelah shalat itu adalah penentu dari rukun ihsan. Karena sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan fahisyah dan munkar. Jika masih berbuat munkar maka rukun ihsannya tidak terpenuhi. Sehingga batal shalatnya.

Pun demikian pada amalan-amalan lain dalam ibadah. Semoga kita bisa semaksimal mungkin berusaha untuk memenuhi ketiga rukun tersebut. Wallahu’alam bish shawab

Disarikan dari kuliah subuh oleh Pak Dodi DT

Rahim dan Akal

Ketika seorang pria wafat. Maka bagian yang dishalatkan adalah pada kepalanya. Sesangkan bagi wanita, yang dishalatkan adalah pada bagian perutnya. Kedua bagian tersebut memiliki makna khusus yang penting. Bagi pria, Ia dihormati selama hidup adalah karena pemikirannya, akalnya, bagaimana Ia memimpin dan memutuskan, sehingga kepala adalah bagian yang dishalatkan.

Sedangkan bagi wanita, kemuliaan wanita adalah saat Ia mampu melahirkan anak ke dunia melalui rahimnya.oleh karena itu perut adalah bagian yang dishalatkan.

حَتَّىٰ إِذَا جَاءَنَا قَالَ يَا لَيْتَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ بُعْدَ الْمَشْرِقَيْنِ فَبِئْسَ الْقَرِينُ

Sehingga apabila orang–orang yang berpaling itu datang kepada Kami (pada hari Kiamat) dia berkata, “Wahai! Sekiranya (jarak) antara aku dan kamu seperti jarak antara timur dan barat! Memang (setan itu) teman yang paling jahat (bagi manusia).”

-Sura Az-Zukhruf : 38

وَلَنْ يَنْفَعَكُمُ الْيَوْمَ إِذْ ظَلَمْتُمْ أَنَّكُمْ فِي الْعَذَابِ مُشْتَرِكُونَ

Dan (harapanmu itu) sekali-kali tidak akan memberi manfaat kepadamu pada hari itu karena kamu telah menzhalimi (dirimu sendiri). Sesungguhnya kamu pantas bersama-sama dalam azab itu.

-Sura Az-Zukhruf : 39

وَإِنَّهُمْ لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ

Dan sungguh, mereka (setan-setan itu) benar-benar menghalang-halangi mereka dari jalan yang benar, sedang mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk.

-Sura Az-Zukhruf : 37

وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَٰنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
Dan barangsiapa berpaling dari pengajaran Allah Yang Maha Pengasih (Al-Qur’an), Kami biarkan setan (menyesatkannya) dan menjadi teman karibnya.

-Sura Az-Zukhruf : 36